Rabu, 04 Mei 2022

Mekanisme Serapan Hara Tanaman

    

 1. PENDAHULUAN

Tanaman merupakan salah satu makhluk hidup, tanaman memperoleh sumber energi dari dalam tanah yang berupa air dan mineral. Energi tersebut dapat berasal dari unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg) dan unsur hara mikro (Fe, Mn, Zn, Co, Mo, B, dan Cl). Unsur-unsur tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda tergantung dari unsur haranya. Selain dari pada itu, yang berperan penting dalam penyerapan hara dari tanah ke akar tanaman adalah air, tanpa adanya air mustahil bagi tanaman untuk menyerap hara dan mineral dari dalam tanah.

    Secara umum bahwa organ tanaman yang berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah adalah akar sedangkan air dan hara tersebut baru dapat diserap oleh akar jika hara tersebut dalam bentuktersedia dan berada di daerah perakaran tanaman yang disebut dengan rhizosfer. Unsur hara diserap oleh akar yang paling cepat menuju tajuk tanaman terletak beberapa centimeter dibelakang ujung akar.

    Pada permukaan dinding sel akar terdapat lapisan lendir yang tidak mudah lepas, lapisan lendir ini disebut dengan mucigel. Mucigel terbentuk dari lapisan pektin yang diperkuat dengan serat-serat halus (micro fibrilla) yang susunannya tidak teratur, Tebal mucigel tersebut berkisar antara 10-30 mikro. Di mucigel ini terdapat jasad renik yang membantu akar untuk menyerap hara dari dalam tanah. Selain itu jasad renik yang berada di akar ini dapat membantu tanaman untuk membuat hara dari tidak tersedia menjadi tersedia dan mempengaruhi metabolisme sel-sel akar contoh jasad renik yang paling sering disebutkan yaitu mikoriza. 

2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Serapan Hara Tanaman

Proses pergerakan hara dari akar kedalam tanaman dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.  Faktor internal lebih ditentukan oleh metabolise tanaman itu sendiri  seperti 1) daya tekan akar 2) daya kapilaritas dan 3) daya hisap daun, sedangkan faktor eksternal terdiri atas,

1. Konsentrasi  oksigen dalam udara tanah.

     Energi yang diper­lukan untuk serapan hara berasal dari proses respirasi dalam akar tanaman.   Untuk  semua  tanaman akuatik  ternyata proses respirasi ini tergantung pada suplai  oksigen   dalam udara  tanah.  Oleh  karena itu aerasi  yang  buruk  akan menghambat  proses penyerapan unsur hara, disamping mempengaruhi tingkat oksidasi beberapa macam unsur hara.

  2.Temperatur  tanah.

    Penyerapan  unsur  hara berhubungan dengan aktivitas metabolik yang selanjutnya sangat  tergan­tung pada suhu.  Konsentrasi hara dalam larutan tanah  yang lebih  besar  seringkali diperlukan  untuk  mencapai   laju pertumbuhan  maksimum  dalam kondisi tanah dingin dibandingkan dengan tanah-tanah yang hangat. Hal  ini  telah terbukti dengan unsur hara P.

3.  Reaksi-reaksi antagonistik yang mempengaruhi serapan hara.

  Walaupun konsentrasi hara pada permukaan akar dapat menjadi faktor paling  kritis yang mempengaruhi laju serapan hara  pada kondisi lingkungan normal, reaksi-reaksi antagonistik di antara ion-ion juga dapat menjadi penting.  Kurva baku respon hasil tanaman terhadap penambahan unsur hara tunggal  mula-mula menunjukkan daerah respon pertumbuhan  kemudian daerah  hasil maksimum yang mendatar, dan  akhirnya zone depresi hasil kalau konsentrasi mendekati tingkat toksik.  Kisaran hasil maksimum di daerah yang mendatar tergantung  pada hara (sempit untuk unsur mikro, lebar untuk unsur  makro) dan pada konsentrasi  relatif unsur hara lainnya.   Suatu teladan kondisi yang terakhir ini adalah terjadinya  depresi hasil akibat penambahan K pada tanah-tanah yang miskin Mg.  Efek antagonistik K terhadap serapan Mg dapat  mengakibat­kan depresi hasil karena defisiensi Mg. 

  4.Substansi  toksik.

    Suatu substansi yang mengganggu proses metabolisme tanaman juga dapat mempengaruhi serapan  hara.  Substansi  toksik seperti ini di antaranya adalah  konsentrasi Mn atau Al yang tinggi dalam tanah masam, konsentrasi garam terlarut  yang sangat tinggi, jumlah B yang berlebihan,

5.  Konsentrasi Hara pada Larutan Eksternal

Secara umum, semakin tinggi konsentrasi hara pada larutan eksternal, penyerapan hara juga semakin tinggi (walaupun laju serapan menurun). Sebaliknya, semakin tinggi konsentrasi hara di dalam sel akar, penyerapan hara akan semakin menurun.

 

Tabel 1. Penyerapan hara oleh trichoma dan akar pada tanaman nanas pada dua jenis kultifar yang berbeda.


    Menurut Vanhautte et al (2017) jumlah serapan hara oleh trichoma meningkat dibandingkan serapan hara oleh akar berdasarkan umur tanaman pada tanaman nanas. Unsur hara pada tanah diserap dengan jumlah tinggi pada tanaman muda yang sedang dalam masa pertumbuhan. Pada tanaman dewasa jumlah hara yang diserap meningkat pada trachoma yang berfungsi sebagai tempat penyimpana air di sela sela pelepah nanas, yang memungkinkan tanaman nanas hidup dan tumbuh pada iklim yang kering dan pada tanah berpasir dengan pori pori makro yang tinggi.

 

3. Koloid Tanah

Koloid tanah adalah bahan organik dan bahan mineral tanah yang sangat halus sehingga mempunyai luas permukaan yang sangat tinggi persatuan berat. Koloid adalah partikel kurang dari 0,001 mm, dan fraksi termasuk partikel tanah liat kurang dari 0,002 mm. Oleh karena itu, semua mineral lempung koloid tidak ketat. Koloid organik lebih reaktif secara kimiawi dan umumnya memiliki pengaruh yang lebih besar pada sifat-sifat tanah per satuan berat daripada koloid anorganik. Salah satu yang paling penting sifat-sifat koloid adalah kemampuan mereka untuk menyerap, tahan, dan melepaskan ion. Koloid umumnya memiliki muatan negatif bersih sebagai hasil dari fisik dan komposisi kimia.

Koloid tanah adalah bagian paling aktif dari tanah dan sebagian besar menentukan sifat fisik dan kimia dari tanah. Koloid tanah terdiri dari liat (koloid anorganik) dan humus (kolod organik). Koloid berukuran kurang dari 1 µ, sehingga tidak semua fraksi liat (kurang dari 2 µ) termasuk koloid. Koloid anorganik terdiri dari mineral liat Al-silikat, oksida-oksida Fe dan Al, mineral-mineral primer

Mineral liat Al-silikat mempunyai bentuk kristal yang baik misalnya kaolinit, haolisit, montmorilonit, ilit. Kaolinit dan haolisit banyak ditemukan pada tanah-tanah merah (coklat) yaitu tanah-tanah yang umumnya berdrainase baik, sedangkan montmorilonit ditemukan pada tanah-tanah yang mudang mengembang dan mengerut serta pecah-pecah pada musim kering misalnya tanah vertisol. Ilit ditemukan pada tanah-tanah berasal dari bahan induk yang banyak mengandung mika dan belum mengalami pelapukan lanjut. Adanya muatan negatif pada mineral liat disebabkan oleh beberapa hal yaitu : (1) Kelebihan muatan negatif pada ujung-ujung patahan kristal baik pada Si-tetrahedron maupun Al-oktahedron, (2) Disosiasi H+ dari gugus OH yang terdapat pada tepi atau ujung kristal, (3) Substitusi isomorfik.

Pada mineral liat Kaolinit masing-masing unit melekat dengan unit lain dengan kuat (oleh ikatan H) sehingga mineral ini tidak mudah mengembang dan mengerut bila basah dan kering bergantian. Substitusi isomorfik sedikit atau tidak ada sehingga kandungan muatan negatif atau KTK rendah. Muatan negatif hanya pada patahan-patahan kristal atau akibat disosiasi H bila pH naik. Karena itu, muatan negatif mineral ini meningkat bila pH naik (muatan tergantung pH).

Keadaan ini berbeda dengan mineral liat Montmorilonit dimana masing-masing unit dihubungkan dengan unit lain oleh ikatan yang lemah (oksigen ke oksigen) sehingga mudah mengembang (bila basah) dan mengerut (bila kering). Hal ini karena air (dan kation-kation) dan masuk pada ruang-ruang antar unit tersebut. Dalam proses pembentukan montmorilonit banyak Al3+ dalam Al-oktahedron yang disubstitusi oleh Mg2+ sehingga banyak menghasilkan kelebihan muatan negatif. Kecuali itu ruang-ruang antar unit yang mudah dimasuki air internal surface yang aktif disamping sisi-sisi luar (external surace) dan ujung-ujung patahan. Karena itu montmorilonit mempunyai muatan negatif yang tinggi (KTK tinggi). Mineral ini pada pH kurang dari 6,0 hanya mengandung muatan tetap hasil substitusi isomorfik, tetapi bila pH lebih dari 6,0 maka terjadi muatan tergantung pH.
Illit umumnya terbentuk langsung dari mika melalui proses alterasi. Mineral ini dapat menfiksasi K yang diberikan atau yang ada dalam larutan tanah. Adanya substitusi Si4+ dari Si-tetrahedron oleh Al3+ menyebabkan muatan negatif mineral ini cukup tinggi.

Koloid organik adalah humus. Perbedaan utama dari koloid organik (humus) dengan koloid anorganik (liat) adalah bahwa koloid organik (humus) terutama tersusun oleh C, H dan O sedangkan liat terutama tersusun oleh Al, Si dan O. Humus bersifat amorf, mempunyai KTK yang lebih tinggi daripada mineral liat (lebih tinggi dari montmorilonit), dan lebih mudah dihancurkan jika dibandingkan dengan liat. Sumber muatan negatif dari humus terutama adalah gugusan karboksil dan gugusan phenol. Muatan dalam humus adalah muatan tergantung pH. Dalam keadaan masam, H+ dipegang kuat dalam gugusan karboksil atau phenol, tetapi iktan tersebut menjadi kurang kekuatannya bila pH menjadi lebih tinggi. Akibatnya disosiasi H+ meningkat dengan naiknya pH, sehingga muatan negatif dalam koloid humus yang dihasilkan juga meningkat. Berdasar atas kelarutannya dalam asam dan alkali, humus diperkirakan disusun oleh tiga jenis bagian utama, yaitu asam fulvik, asam humik dan humin.

1.1  Pemberntukan Koloid

Sistem koloid dapat dibentuk secara langsung  dengan mendispersikan suatu zat ke dalam medium pendispersi. Selain itu, dapat dilakukan dengan mengubah suspensi menjadi koloid atau dengan mengubah larutan menjadi koloid. Jika ditinjau dari pengubahan ukuran partikel zat terdispersi, cara pembentukan koloid dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu pembuatan koloid secara dispersi dan pembuatan koloid secara kondensasi.

Pembentukan Koloid Secara Dispersi

Cara ini dilakukan dengan memperkecil zat terdispersi sebelum didispersikan ke dalam medium pendispersi. Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggiling atau menggerus partikel sampai ukuran tertentu. Sebagai contoh adalah pembuatan sol belerang dalam air, serbuk belerang dihaluskan terlebih dahulu dengan menggerus bersama kristal gula secara berulang – ulang. Campuran semen dengan air dapat membentuk koloid secara langsung karena partikel – partikel semen sudah digiling sedemikian rupa sehingga ukuran partikelnya menjadi ukuran koloid.

Pembuatan koloid secara kondensasi dilakukan dengan mengubah suatu larutan menjadi koloid. Proses ini umumnya melibatkan reaksi – reaksi kimia yang menghasilkan zat yang menjadi partikel – partikel terdispersi.

a.       Reaksi hidrolisis

Reaksi ini umumnya digunakan untuk membuat koloid – koloid basa dari suatu garam yang dihidrolisis (direaksikan dengan air).

Contoh:

Pembuatan sol Fe(OH)3 dengan cara memanaskan larutan FeCl3.

FeCl(aq) + 3H2O(l) → Fe(OH)3(s) + 3HCl(aq)

b.      Reaksi Redoks

Reaksi yang melibatkan perubahan bilangan oksidasi. Koloid yang terjadi merupakan hasil oksidasi atau reduksi.

Contoh:

Pembuatan sol belerang dengan cara mengalirkan gas H2S ke dalam larutan SO2.

2H2S(g) + SO2(aq) → 2H2O(l) + 3S(s)

c.       Pertukaran Ion

Reaksi pertukaran ion umumnya dilakukan untuk membuat koloid dari zat – zat yang sukar larut (endapan) yang dihasilkan pada reaksi kimia.

Contoh:

Pembuatan sol As2S3 dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan As2O3.

3H2S(g) + As2O3(aq) → As2S3(s) + 3H2O(l)

1.2  Peranan Koloid

Koloid tanah berperan dalam mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah yang erat dengan tingkat kesuburan tanah dalam hal menunjang tumbuh dan berkembangnya tanaman.

Dalam perbaikan fisik tanah Liat yang berukuran koloid dan koloid humus dari hasil perombakan bahan organik memiliki kemampuan saling mengikat antar partikel yang kuat. Banyaknya pori-pori mikro antara partikel liat juga berperan sebagai tempat tersimpannya air, konsistensi tanah, dan perbaikan struktur tanah.

Dalam perbaikan sifat kimia tanah, adalah kemampuan koloid tanah dalam menjerap dan mempertukarkan kation, kejenuhan basa dan kemasaman tanah. Kapasitas tukar kation total adalah jumlah muatan negatif tanah dari permukaan koloid tanahyang merupakan situs pertukaran kation-kation. Kapasitas tukar kation dinyatakan dalam miliekuivalen per 100 gram tanah (Tan, 1991).  Pertukaran kation terjadi pada koloid liat dan koloid humus yang memiliki muatan negatif tersebut, sehingga tekstur tanah (jumlah liat), jenis mineral liat,dan kandungan bahan organik akan mempengaruhi kapasitas tukar kation suatu tanah. berperan sebagai sumber pembebasan unsur hara yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

Koloid humus dari hasil dekomposisi bahan organik  juga berperan sebagai situs pembebasan kation -kation basa yang akan meningkatkan pH tanah (Tan, 1991). Jika kejenuhan basa tinggi maka pH tanah tinggi, karena  jika kejenuhan basa rendah berarti banyak terdapat kation-kation masam yang terjerap kuat di koloid tanah (Nyakpa dkk., 1988).

1.3  Mekanisme Pertukaran Kation

Kapasitas tukar kation tanah adalah kemampuan koloid tanah dalam menjerap dan mempertukarkan kation. Kapasitas tukar kation dinyatakan dalam miliekuivalen per 100 gram tanah (Tan, 1991).

a.       Disosiasi H+

Disosiasi H+ ialah lepasnya dari gugus OH atau seperti pada gugus karboksilat dan gugus fenolat yang terjadi dalam tanah karena adanya reaksi dengan CO2 mencadi asam karboksilat akibat dari hasil respirasi akar dalam tanah di sekitar daerah perakaran. Sehingga akan meningkatkan ketersediaan har adalam tanah.

b.      Subtitusi Iomorfik

Substitusi isomorfik adalah mekanisme pergantian posisi antar kation dengan ukuran atau diameter kation hampir sama tetapi muatan berbeda. Substitusi isomorfik ini terjadi dari kation bervalensi tinggi dengan kation bervalensi rendah di dalam struktur lempeng liat, baik lempeng liat Si-tetrahedron maupun Al-oktahedron. Dengan demikian tanah akan kelebihan muatan negatif yang akan menjerap dan mempertukarkan kation dalam larutan tanah.

c.       Patahan Kristal Mineral liat

Patahan kristal mineral liat akan meningkatkan muatan negatif dari pinggir pinggir kristal yaang bermuatan tetap dan tidak  dipengaruhi oleh pH. Sehingga punggir pinggir kristal tersebut dapat berikatan dengan kation kation basa dalam tanah yang akan menjerap dan mempertukarkan kation.

            Pada grafik 1. Li et al (2016) memperlihatkan bahwa kecepatan perpindahan koloid dan ammonia pada tanah dipengaruhi oleh valensi. Penelitian ini menggunakan dua unsur yang ditambahkan yaitu Na+ dan Ca2+. Grafik pertama memperlihatkan perpindahan ammonia pada larutan tanpa menambahkan koloid. Grafik kedua menunjukkan kecepatan perpindahan ammonia dengan menggunakan koloid dan kation yang ditambahkan. 
 
 
Komposisi amonia ditambah kation Ca/Na dan koloid mampu mengurangi kecepatan perpindahan unsur amonia. Pada larutan tanah penurunan kecepatan perpindahan amonium diakibatkan oleh ukuran partikel-partikel tanah yang mengikat kation kation terhlarut dalam larutan tanah sehingga kation yang berada dalam tanah punya ikatan antar layer pada permukaan partikel tanah seperti yang ditunjukkan oleh gambar 1.
 
 

        Huang et al (2016) memperlihatkan perubahan kondisi koloid liat pada tanah pada daerah tropical basah dan bagaimana terbentuknya horizon argilik dan pembentukan tipe meneral kaolinit 1: 1. Pada jangka waktu yang relative lama, pelapukan pada tanah di daerah tropis berlangsung cepat pada ion ion terlarut, diikuti oleh hara yang terikat pada partikel partikel tanah. Hara yang terikat pada koloid tanah yang mobile akan tercuci kemudian, sehingga partikel partikel koloid menumpuk pada lapisan bawah di daerah koloid yang immobile membentuk lapisan argilik.

            Penurunan kesuburan tanah pada lapisan tanah tropical basah akibat kehilangan kation basa basa terlebih dahulu sehingga tanah Ultisol yang mempunyai lapisan argilik memiliki kandungan KTK yang rendah akibat pencucian hara yang tinggi. Pada kondisi tanah dengan pelapukan tanah yang tinggi kehilangaan basa basa meningkatkan akumulasi Al dan Fe oksida pada tanah yang menyebabkan turunnya pH dan berkurangnya kandungan hara tanah.

 

4. Proses Pergerakan Hara ke Akar Tanaman

    Tanaman membutuhkan hara untuk kelancara metabolisme sehingga pertumbuhan dan perkembangan menjadi optimal. Setiap hara memiliki fungsi yang spesifik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Terdapat beberapa hara yang diperoleh dari udara dan ada juga yang diperoleh dari dalam tanah. Khusus untuk hara yang diperoleh dari dalam tanah, hara harus berada di dekat permukaan akar sehingga nantinya dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Terdapat beberapa mekanisme agar suatu hara dapat berada dekat dengan permukaan akar. Mekanisme yang selama ini dikenal adalah intersepsi akar (kontak), aliran masa, dan difusi.

a.       Intersepsi akar (kontak)

    Intersepsi akar terjadi ketika akar pada tanaman yang masih hidup melakukan kontak dengan hara yang berada pada larutan tanah atau bagian tanah yang lain. Melalui mekanisme ini, suatu hara tidak harus bergerak untuk dapat tersedia bagi tanaman. Jumlah hara yang dapat diserap oleh tanaman berbanding lurus dengan volume tanah yang diduduki oleh akar tanaman. Keberadaan rambut akar akan meningkatkan luas permukaan akar yang bersentuhan dengan tanah sehingga meningkatkan kemungkinan julah hara yang dapat diserap oleh akar.     Umumnya, hanya sekitar 1 % hara yang tersedia dan dapat diserap oleh akar melalui mekanisme ini. Hal ini karena secara umum perakaran tanaman menduduki kurang dari 1 % volume tanah pada kedalaman hingga 20 cm. Ca dan Mg adalah unsur yang banyak dipasok ke akar melalui mekanisme ini.     Peningkatan unsur yang dipasok ke akar dapat ditingkatkan dengan memberikan mikoriza ke bagian perakaran. Hifa mikoriza yang bersimbiosis akan meningkatkan luas permukaan akar sehingga pasokan hara juga semakin tinggi.

b.      Aliran masa

    Aliran masa merupakan pergerakan hara dari dalam tanah ke permukaan akar yang terangkut melalui aliran konvektif air akibat penyerapan air oleh oleh tanaman atau sebagai air transpirasi. Jumlah hara yang terangkut dalam aliran masa sebanding dengan jumlah air yang diserap tanaman dan konsentrasi hara di dalam air tersebut. Jika kadar lengas tanah rendah, maka hara yang ternagkut dalam aliran massa juga semakin renda atau bahkan terhenti. 

 

Q= VC

 

Q= jumlah zat terlarut yang dibawa; V: volume air; C: konsentrasi hara

 

    Jumlah hara yang terangkut melalui mekanisme aliran masa sangat beragam, tergantung jenis tanaman, iklim, dan kondisi lengas tanah. Unsur hara yang bergerak melalui mekanisme ini adalah hara yang jumlahnya banyak dan bersifat mudah bergerak di dalam air dan tanah. N, Ca, Mg, H3BO3 dipasok ke permukaan akar melalui mekanisme ini. Sekitar 80 % gerakan N ke akar melalui mekanisme aliran masa dan hanya 5 % P bergerak melalui aliran masa.

c.       Difusi

    Difusi adalah proses pergerakan hara di dalam larutan tanah dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian berkeonsentrasi rendah. Ketika hara melewati permukaan akar (rizosfer) dan memasuki akar tanaman, konsentrasi larutan akan menurun. Akibatnya, hara akan bergerak dari bagian yang jauh dari akar ke bagian yang dekat dengan akar. Seperti halnya aliran massa, laju gerakan hara pada difusi juga berkurang ketika tanah mengalami kekeringan.
    Difusi merupakan mekanisme utama bagi unsur hara esensial yang mempunyai mobilitas rendah di dalam tanah seperti P, K, Cu, Fe, Mn, dan Zn. Bahkan Cu hampir tidak dapat bergerak dalam banyak tanah. Difusi merupakan faktor penting mobilitas ion di daerah yang dekat dengan permukaan akar. Oleh karena itu, besarnya tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi tanah, tetapi dipengarui juga oleh faktor tanaman seperti pertumbuhan akar dan luas permukaan akar. 

Pada umumnya, ketiga mekanisme perpindaha hara di dalam tanah memiliki peran yang signifikan dalam menjamin kecukupan pasokan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Jika salah satu mekanisme mengalami gangguan, maka kekahatan unsur hara kemungkinan dapat terjadi. 

Hara yang telah berada disekitar permukaan akar tersebut dapat diserap tanaman melalui dua proses, yaitu:

(a) Proses Aktif, yaitu: proses penyerapan unsur hara dengan energi aktif atau proses penyerapan hara yang memerlukan adanya energi metabolik, dan  (b) Proses Selektif, yaitu: proses penyerapan unsur hara yang terjadi secara selektif.
a. Proses Aktif:

Proses penyerapan unsur hara dengan energi aktif dapat berlangsung apabila tersedia energi metabolik. Energi metabolik tersebut dihasilkan dari proses pernapasan akar tanaman. Selama proses pernapasan akar tanaman berlangsung akan dihasilkan energi metabolik dan energi ini mendorong berlangsungnya penyerapan unsur hara secara proses aktif. Apabila proses pernapasan akar tanaman berkurang akan menurunkan pula proses penyerapan unsur hara melalui proses aktif. Bagian akar tanaman yang paling aktif adalah bagian dekat ujung akar yang baru terbentuk dan rambut-rambut akar. Bagian akar ini merupakan bagian yang melakukan kegiatan respirasi (pernapasan) terbesar.

b.      Proses Selektif:

    Bagian terluar dari sel akar tanaman terdiri dari: (1) dinding sel, (2) membran sel, (3) protoplasma. Dinding sel merupakan bagian sel yang tidak aktif. Bagian ini bersinggungan langsung dengan tanah. Sedangkan bagian dalam terdiri dari protoplasma yang bersifat aktif. Bagian ini dikelilingi oleh membran. Membran ini berkemampuan untuk melakukan seleksi unsur hara yang akan melaluinya. Proses penyerapan unsur hara yang melalui mekanisme seleksi yang terjadi pada membran disebut sebagai proses selektif.  Proses selektif terhadap penyerapan unsur hara yang terjadi pada membran diperkirakan berlangsung melalui suatu carrier (pembawa). Carrier (pembawa) ini bersenyawa dengan ion (unsur) terpilih. Selanjutnya, ion (unsur) terpilih tersebut dibawa masuk ke dalam protoplasma dengan menembus membran sel. Mekanisme penyerapan ini berlangsung sebagai berikut:
(1) Saat akar tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk kation (K+, Ca2+, Mg2+, dan NH4+) maka dari akar akan dikeluarkan kation H+ dalam jumlah yang setara, serta
(2) Saat akar tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk anion (NO3-, H2PO4-, SO4-) maka dari akar akan dikeluarkan HCO3- dengan jumlah yang setara.

 
 
Tabel 3. Estimasi jumlah hara yang disuplai oleh tiga mekanisme kepada akar tanaman jagung yang tumbuh pada lempung debu yang dipupuk dosis tinggi dan pH tanah 6.8

         Dari penelitian Soemarno (2010) Dari tiga mekanisme hara masuk ke akar tanaman pada tabel 3, aliran massa punya peranan yang besar dalam menyediakan hara untuk tanaman. Kecuali utnuk unsure hara K dan P  yang punya suplai yang tinggi melalui mekanisme difusi karena hara P dan K bersifat mobile dalam tanah. Dengan adanya perbedaan tekanan pada larutan tanah disekitar rhizosfer maka perpindahan unsure P dan K menjadi mudah. Difusi merupakan mekanisme utama bagi unsur hara esensial yang mempunyai mobilitas rendah di dalam tanah seperti P, K, Cu, Fe, Mn, dan Zn. Bahkan Cu hampir tidak dapat bergerak dalam banyak tanah. air. Laju difusi akan tergantung pada kadar air tanah, dan tanah yang bertekstur halus diharapkan akan memungkinkan difusi yang lebih cepat pada kondisi konsentrasi larutan yang sama dibandingkan dengan tanah yang teksturnya kasar karena ia mempunya kapasitas menahan air yang lebih besar pada potensial air tanah yang setara.  
        Berbeda dengan difusi, aliran masa mengangkut hara ke akar tanaman dengan membawa unsur melalui masa air yang bergerak secara masif akibat proses tranpirasi oleh tanaman. Dengan demikian angkutan hara oleh aliran massa berdasarkan jumlah total hara yang tersedia dalam tanaman dan tidak berpengaruh pada sifat immobile unsure hara.
 

Daftar Pustaka

 

GAO BIN, XINDE CAO, YAN DONG, YONGMING LUO, and LENA Q. MA. 2011. Colloid Deposition and Release in Soils and Their Association With Heavy Metals. Critical Reviews in Environmental Science and Technology, 41:336–372, 2011

 

Soh Kheang Loh, Kah Yein Cheong, Jumat Salimon. 2017. Surface-active physicochemical characteristics of spent bleaching earth on soil-plant interaction and water-nutrient uptake: A review. Applied Clay Science 140 (2017) 59–65

 

Lai-Ming Huang, Xin-Hui Zhang, Ming-An Shao, David Rossiter, Gan-Lin Zhang. 2016. Pedogenesis significantly decreases the stability of water-dispersible soil colloids in a humid tropical region. Geoderma 274 (2016) 45–53

 

B. Vanhouttea, L. Schenkelsa, J. Ceustersb, M.P. De Profta 2017..Water and nutrient uptake in Vriesea cultivars: Trichomes vs. Roots. Environmental and Experimental Botany 136 (2017) 21–30

 

Sigit Tri Wibowo, Hamim1, Aris Tri Wahyudi. 2009. KANDUNGAN IAA, SERAPAN HARA, PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG DAN KACANG TANAH SEBAGAI RESPON TERHADAP APLIKASI PUPUK HAYATI. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, Desember 2009, hlm. 177-183 Vol. 14 No.3

 

HaiMing Li, JinBu Wei, YaChao Ge, ZhanQuan Wang, YeWang, YingLong Li.2016.The influence of Na+ and Ca2+ on the migration of colloids or/and ammonia nitrogen in an unsaturated zone medium. Journal of Contaminant Hydrology 194 (2016) 24–29

 Anwar Ispandi dan Abdul Munip.  2005. EFEKTIFITAS PENGAPURAN TERHADAP SERAPAN HARA DAN PRODUKSI  BEBERAPA KLON UBIKAYU DI LAHAN KERING MASAM. Ilmu Pertanian Vol. 12 No.2, 2005 : 125 – 139

Soemarno. 2010. KETERSEDIAAN UNSUR HARA DALAM TANAH. jurs ilmu tanah fpub 2010

 

R. Uchida.2000. Essential Nutrients for Plant Growth: Nutrient Functions and Deficiency Symptoms. College of Tropical Agriculture and Human Resources, University of Hawaii at Manoa

USDA.1933. CHARACTER AND BEHAVIOR OF ORGANIC SOIL COLLOIDS. Technical Bulletin. No.377.:

 Bustami , Sufardi, Bakhtiar. 2012.SERAPAN HARA DAN EFISIENSI PEMUPUKAN PHOSFAT SERTA PERTUMBUHAN PADI VARIETAS LOKAL. Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan. Volume 1, Nomor 2, Desember 2012: hal. 159-170.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar