Jumat, 06 Mei 2022

MEKANISME SERAPAN HARA

 I. Pendahuluan 

Tanaman memerlukan “makanan” yang sering disebut “Unsur hara tanaman”. Tanaman dapat menggunakan bahan senyawa anorganik untuk memenuhi kebutuhan energi dan pertumbuhannya, dimana tanaman dapat memenuhi siklus hidupnya dengan menggunakan sejumlah unsur hara (Marschner, 1995). Fungsi hara tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain dan apabila tidak tercukupi, maka kegiatan metabolisme akan terganggu, oleh karena itu ketersediaan unsur hara sangat perlu diperhatikan untuk menunjang kebutuhan nutrisi tanaman dalam pertumbuhan tanaman itu sendiri. Ketersediaan hara  dipengaruhi  oleh  dinamika hara atau  proses  jerapan  dan  pelepasan  hara  tersebut  yang semuanya dikendalikan oleh koloid liat tanah. Besarnya jerapan  kation  atau  anion  oleh  koloid  tanah  tergantung dari   luas   permukaan   koloid   tanah.   Semakin   luas permukaan koloid maka semakin banyak ion yang dapat dijerap sehingga semakin banyak unsur hara yang akan tersedia. 

Identifikasi sifat-sifat tanah pertanian sangat penting dilakukan  karena sifat-sifat tersebut berkaitan erat dengan pendugaan potensi kesuburan tanah serta merupakan dasar penyusunan strategi pengelolaan tanah seperti pemupukan. Sifat-sifat tanah tersebut berkaitan erat dengan dinamika berbagai  unsur hara di dalam tanah. Jenis dan  jumlah  mineral liat juga berpengaruh terhadap karakteristik kimia kesuburan tanah,  seperti:   kapasitas   tukar  kation   (KTK),   besarnya serapan hara dan lain-lain (Havlin et al., 1999). Oleh karena itu diperlukannya pemahaman mengenai hal-hal yang melatarbelakangi tingkat kesuburan tanah itu sendiri dengan tujuan pertumbuhan tanaman yang lebih baik. 

II. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Tanaman Menyerap Hara

Faktor-faktor  tanah  yang  mempengaruhi  kemampuan tanaman menyerap hara adalah:

(1). Konsentrasi oksigen dalam udara tanah.

Energi yang diper­lukan untuk serapan hara berasal dari proses respirasi dalam akar tanaman. Untuk  semua  tanaman akuatik  ternyata proses respirasi ini tergantung pada suplai oksigen dalam udara tanah. Oleh karena itu aerasi  yang  buruk  akan menghambat  proses penyerapan unsur hara, disamping mempengaruhi tingkat oksidasi beberapa macam unsur hara.

(2). Temperatur  tanah.  

Penyerapan  unsur  hara berhubungan dengan aktivitas metabolik yang selanjutnya sangat  tergan­tung pada suhu.  Konsentrasi hara dalam larutan tanah  yang lebih  besar  seringkali diperlukan  untuk  mencapai   laju pertumbuhan  maksimum  dalam kondisi tanah dingin dibandingkan dengan tanah-tanah yang hangat. Hal  ini  telah terbukti dengan unsur hara P.

(3). Reaksi-reaksi antagonistik yang mempengaruhi serapan hara.

Walaupun konsentrasi hara pada permukaan akar dapat menjadi faktor paling  kritis yang mempengaruhi laju serapan hara  pada kondisi lingkungan normal, reaksi-reaksi antagonistik di antara ion-ion juga dapat menjadi penting.  Kurva baku respon hasil tanaman terhadap penambahan unsur hara tunggal  mula-mula menunjukkan daerah respon pertumbuhan  kemudian daerah  hasil maksimum yang mendatar, dan  akhirnya zone depresi hasil kalau konsentrasi mendekati tingkat toksik (Marschner, 1995)..  Kisaran hasil maksimum di daerah yang mendatar tergantung  pada hara (sempit untuk unsur mikro, lebar untuk unsur  makro) dan pada konsentrasi  relatif unsur hara lainnya.  Suatu teladan kondisi yang terakhir ini adalah terjadinya  depresi hasil akibat penambahan K pada tanah-tanah yang miskin Mg.  Efek antagonistik K terhadap serapan Mg dapat  mengakibat­kan depresi hasil karena defisiensi Mg. 

(4). Substansi  toksik.

Suatu substansi yang mengganggu proses metabolisme tanaman juga dapat mempengaruhi serapan  hara.  Substansi  toksik seperti ini di antaranya adalah  konsentrasi Mn atau Al yang tinggi dalam tanah masam, konsentrasi garam terlarut  yang sangat tinggi, jumlah B yang berlebihan,  dan lainnya 

Berdasarkan tingkat kebutuhan tanaman, unsur hara tergolong atas unsur makro dan unsur mikro. Berdasarkan tingkat mobilitas, unsur hara dalam tanaman dibagi menjadi 2, yaitu unsur mobil dan imobil. Unsur mobil adalah unsur hara yang dapat ditranslokasikan dari jaringan tua ke jaringan muda pada saat jaringan muda terjadi kekurangan hara (defisiensi). Sebaliknya unsur imobil adalah unsur hara yang tidak dapat ditranslokasikan. Imobilitas unsur hara pada tanaman dicirikan dengan munculnya gejala defisiensi dimana defisiensi unsur mobil selalu dimulai dari daun tua (bawah), sedangkan imobil pada daun muda (Marschner, 1995).. Bentuk unsur hara yang diserap tanaman disajikan pada table di bawah ini. 

 

Hara diserap tanaman melalui akar dalam bentuk ion bermuatan positif ( contoh : K ) dan bermuatan negatif ( contoh : NO¯). Ion ini umumnya terikat dalam kompleks jerapan tanah, yakni lempung, koloid anorganik dan koloid organik. Dalam hal penyerapan hara melalui akar, terdapat beberapa fase dalam proses penyerapan hara tersebut (Marschner, 1995).. Fase pertama hara berpindah tempat dalam tanah dari suatu tempat ke permukaan akar tanaman. Kemudian setelah sampai permukaan akar (bulu akar), masuk ke dalam akar yang dari sini ditranslokasikan ke organ tanaman lain termasuk daun, buah dan batang. Perpindahan ion dari tanah ke permukaan akar memiliki tiga macam pergerakan yaitu:

  • Penyerapan Hara Melalui Akar 
  • Penyerapan Hara Melalui Daun

III. Koloid Tanah

Yang dimaksud dengan Koloid Tanah adalah bahan mineral dan bahan organik tanah yang sangat halus sehingga mempunyai luas permukaan yang sangat tinggi persatuan berat (massa). Koloid  berasal  dari   kata  Yunani yang   berarti  seperti lem (glue like). Menurut Brady (1974) koloid berukuran kurang dari 1 μ, sehingga tidak semua fraksi liat (kurang dari 2 μ) termasuk koloid. Koloid tanah merupakan bagian tanah yang sangat aktif dalam reaksi-reaksi fisikokimia di dalam tanah. Yang termasuk koloid tanah adalah liat (koloid anorganik) dan humus (koloid organik).

1.        Koloid Anorganik (Koloid Mineral)

Koloid Mineral terdiri-dari:

·         Mineral liat Al-silikat kristalin

·         Oksida-oksida Fe dan Al

·         Mineral-mineral primer

Mineral silikat adalah mineral yang memiliki unsure pembentuknya yaitu silica ( SiO2 ), yang merupakan hasil pembekuan magma.  Silicat merupakan 25% dari mineral yang dikenal dan 40% dari mineral yang dikenali (Dedi Nursyamsi, 2005).. Hampir 90 % mineral pembentuk batuan adalah dari kelompok ini, yang merupakan persenyawaan antara silikon dan oksigen dengan beberapa unsur metal. Beberapa contoh mineral silikat diantaranya olivin, piroksin dan kuarsa. Golongan mineral liat ini umumnya dibagi menjadi  beberapa  tipe yaitu :

a.        Tipe Liat 1 : 1

Struktur mineral liat tipe ini tersusun dari satu lempeng  Silika-tetrahedron dan satu lempeng alumina-oktahedron. Jenis mineral ini adalah Kaolinit, Haloysit, Anauksit, Dikit. Kaolinit dan haolisit banyak ditemukan pada tanah-tanah merah (coklat) yaitu tanah-tanah yang umumnya berdrainase baik. Pada mineral liat Kaolinit masing-masing unit melekat dengan unit lain dengan kuat (oleh ikatan H) sehingga mineral ini tidak mudah mengembang dan mengerut bila basah dan kering bergantian (Dedi Nursyamsi, 2005). Substitusi isomorfik sedikit atau tidak ada sehingga kandungan muatan negatif atau KTK rendah. Muatan negatif hanya pada patahan-patahan kristal atau akibat disosiasi H bila pH naik. Karena itu, muatan negatif mineral ini meningkat bila pH naik (muatan tergantung pH). Sifat – Sifat Mineral liat Kaolinit diantaranya :

·         Ditemukan pada tanah dengan pelapukan lanjut

·         Masing-masing unit melekat  dengan unit lain dengan kuat  oleh ikatan H, sehingga tidak dapat mengembang dan mengerut.

·         Mempunyai muatan tergantung pH (KTK naik bila pH naik)

·         KTK rendah 3 – 15 me/100 g

·         Luas permukaan(surface area) 7-30 m2/g

b.        Tipe Liat 2 : 1

Struktur mineral liat tipe ini tersusun  dari  dua lempeng Silika-tetrahedron yang mengapit satu lapisan alumina - oktahedron. Jenis mineral ini adalah Montmorilonit, Vermikulit, Illit. Montmorilonit biasa ditemukan pada tanah-tanah yang mudah mengembang dan mengerut serta pecah-pecah pada musim kering misalnya tanah vertisol. Pada mineral liat Montmorilonit, masing-masing unit dihubungkan dengan unit lain oleh ikatan yang lemah (oksigen ke oksigen) sehingga mudah mengembang (bila basah) dan mengerut (bila kering) (Dedi Nursyamsi, 2005)..Hal ini karena air (dan kation-kation) dan masuk pada ruang-ruang antar unit tersebut. Dalam proses pembentukan montmorilonit banyak Al3+ dalam Al-oktahedron yang disubstitusi oleh Mg2+ sehingga banyak menghasilkan kelebihan muatan negatif. Kecuali itu ruang-ruang antar unit yang mudah dimasuki air internal surface yang aktif disamping sisi-sisi luar (external surace) dan ujung-ujung patahan (Dedi Nursyamsi, 2005).. Karena itu montmorilonit mempunyai muatan negatif yang tinggi (KTK tinggi). Mineral ini pada pH kurang dari 6,0 hanya mengandung muatan tetap hasil substitusi isomorfik, tetapi bila pH lebih dari 6,0 maka terjadi muatan tergantung pH. Adanya muatan negatif pada mineral liat disebabkan oleh beberapa hal yaitu : (1) Kelebihan muatan negatif pada ujung-ujung patahan kristal baik pada Si-tetrahedron maupun Al-oktahedron, (2) Disosiasi H+ dari gugus OH yang terdapat pada tepi atau ujung kristal, (3) Substitusi isomorfik. Sifat-sifat mineral liat Montmorillonit diantaranya :

·         Masing- masing unit dihubungkan dengan unit lain oleh ikatan yang    lemah dari oksigen ke oksigen sehingga mudah mengembang dan mengkerut.

·         Air dan kation dapat masuk pada ruang antar lapisan tsb.

·         KTK tinggi  80 – 150 me/100 g

·         Dibawah pH 6 terjadi muatan  permanen  yaitu muatan  hasil subtitusi isomorfik.

·         Diatas pH 6 terjadi muatan tergantung pH. Muatan naik dengan naiknya pH akibat meningkatnya ionisasi H+, dari gugusan OH, karena naiknya pH.

c.        Tipe Liat 2 : 2

Struktur mineral liat tipe tersusun dari dua lempeng silika- tetrahedron dan dua lempeng alumina-oktahedron. Jenis mineral ini adalah klorit. Sifat-sifat mineral liat Klorit diantaranya :

·         Ada subtitusi isomorfik dari Si4+ ke Al 3+ sehingga terjadi                        muatan permanen

·         KTK 10 – 40 me/100 g

·         Luas permukaan 65 – 120 m2/g

Mineral non-silikat adalah kelompok mineral yang unsure pembentuknya bukan dari silica. Secara garis besar hampir semua mempunyai komposisi kimia yang sederhana berupa unsur, sulfida (bila unsur logam bersenyawa dengan sulfur), atau oksida (bila unsur logam bersenyawa dengan oksigen). Beberapa contoh mineral non-silikat adalah mineral sulfida, mineral oksida dan hidroksida, mineral carbonat, dan mineral sulfat (Dedi Nursyamsi, 2005)..

2.        Koloid organik (Humus)

Perbedaan utama dari koloid organik (humus) dengan koloid anorganik (liat) adalah bahwa koloid organik (humus) tersusun oleh C, H dan O sedangkan liat terutama tersusun oleh Al, Si dan O. Humus bersifat amorf, mempunyai KTK yang lebih tinggi daripada mineral liat (lebih tinggi dari montmorilonit), dan lebih mudah dihancurkan jika dibandingkan dengan liat. Sumber muatan negatif dari humus terutama adalah gugusan karboksil dan gugusan phenol. Muatan dalam humus adalah muatan tergantung pH. Dalam keadaan masam, H+ dipegang kuat dalam gugusan karboksil atau phenol, tetapi iktan tersebut menjadi kurang kekuatannya bila pH menjadi lebih tinggi. Akibatnya disosiasi H+ meningkat dengan naiknya pH, sehingga muatan negatif dalam koloid humus yang dihasilkan juga meningkat. Berdasar atas kelarutannya dalam asam dan alkali, humus diperkirakan disusun oleh tiga jenis bagian utama, yaitu asam fulvik, asam humik dan humin. Humus terdiri dari 2 senyawa utama yaitu substansi non humus (misal lipid, amino acids, carbohydrates) dan subtansi humus (merupakan senyawa amorf dengan berat molekul tinggi, warna coklat sampai hitam, hasil pembentukan kedua dr dekomposisi).

Substansi humus dibagi menjad

1.      Humic acid : warna gelap, amorf; dapat diekstraksi (larut)  dengan basa kuat, garam netral, tidak larut dalam asam; mengandung gugus fungsional asam seperti phenolic dan carboxylic; aktif dalam reaksi kimia; Berat Molekul (BM)  20.000-1.360.000

  1. Fulvic acid : dapat diekstraksi dengan basa kuat ® gugus fungsional asam; larut juga dalam asam ® mengandung gugus fungsional basa; aktif dalam reaksi kimia; BM 275-2110
  2. Humin : tidak larut dalam asam dan basa; BM terbesar; tidak aktif; warna paling gelap

Humic acid dan Fulvic acid merupakan koloid hidrofilik sehingga mempunyai affinitas tinggi thd air; mempunyai muatan negatif karena adanya disosiasi gugus fungsional karboksil dan phenolic. Muatan negatif akan dinetralisir oleh kation misalnya Ca2+ dan Mg2+. Substansi humus mempunyai kontribusi dalam pertukaran anion dan kation, kompleks atau khelat beberapa ion logam, berpera sebagai pH buffer; pembentukan horison tanah, pembentukan struktur tanah melalui sementasi, sebagai mantel (coat) partikel sehingga tidak dapat terlapukkan.

Ketersediaan hara  dipengaruhi  oleh  dinamika hara atau  proses  jerapan  dan  pelepasan  hara  semuanya dikendalikan oleh koloid liat tanah, dimana besarnya jerapan  kation  atau  anion  oleh  koloid  tanah  tergantung dari   luas   permukaan koloid tanah.  Semakin luas permukaan koloid maka semakin banyak ion yang dapat dijerap, hal ini akan berkaitan dengan reaksi pertukaran kation. Reaksi pertukaran kation juga melibatkan H+ sehingga istilah “Pertukaran Kation”  lebih tepat daripada “Pertukaran Basa”. Kation yang terjerap dapat ditukar oleh kation lainnya, dan proses ini dinamakan sebagai pertukaran kation. Reaksi pertukaran ini berlangsung secara instant (Allen et al., 2007).

Jerapan dan pertukaran kation ini mempunyai arti penting di dalam serapan hara oleh tanaman, kesuburan tanah, retensi hara dan pemupukan. Kation yang terjerap biasanya tersedia untuk tanaman dengan menukarkannya dengan ion H+ hasil respirasi akar tanaman. Hara yang ditambahkan ke dalam tanah melalui pemupukan akan diikat oleh permukaan koloid tanah dan dapat dicegah dari pelindian, sehingga dapat menghindari kemungkinan pencemaran air tanah (ground water) (Soares et al., 2005).

Pertukaran kation merupakan pertukaran antara satu kation dalam suatu larutan dan kation lain dalam permukaan dari setiap permukaan bahan yang aktif. Semua komponen tanah mendukung untuk perluasan tempat pertukaran kation, tetapi pertukaran kation pada sebagaian besar tanah dipusatkan pada liat dan bahan organik. Reaksi tukar kation dalam tanah terjadi terutama di dekat permukaan liat yang berukuran seperti klorida dan partikel-partikel humus yang disebut misel. Setiap misel dapat memiliki beribu-ribu muatan negative yang dinetralisir oleh kation yang diabsorby (Soares et al., 2005).

Partikel-partikel liat bermuatan negatif dan dikelilingi oleh segerombolan kation bermuatan positif. Mineral liat bermuatan negatif melalui proses substitusi isomorfik (kation bermuatan lebih tinggi, seperti  Al3+, digantikan oleh kation yang muatannya lebih rendah seperti Mg2+) sehingga meninggalkan muatan negatif (tidak  netral), sisa muatan negative ini akan dinetralkan oleh kation yang dijerap (Soares et al., 2005)..  Selain itu, koloid tanah (misalnya humus, hydrous oksida) yang mempunyai gugus fungsional (OH-, -COOH) juga berkontribusi terhadap kapasitas tukar kation suatu tanah. Disosiasi gugus -OH dan -COOH (terutama gugus pada bahan organik) tergantung pada pH, kapasitas tukar kation meningkat dengan peningkatan pH. Dengan peningkatan kapasitas tukar kation, kation logam terikat ke tapak muatan negatif pada partikel tanah, sehingga konsnetrasi dalam larutan tanah menurun dan ketersediaan logam menjadi berkurang.

IV. Proses Pergerakan Hara ke Akar Tanaman

a.        Penyerapan melalui akar

1.        Intersepsi Akar

        Pertumbuhan akar tanaman dan terbentuknya bulu akar yang baru menyebabkan terjadinya persinggungan antara akar dan tanah yang didalamnya terkandung ion hara (terjerap). Pertumbuhan akar dan bulu akar ini menembus pori agregat tanah dan bersinggungan langsung dengan ion yang ada. Apabila ion berada dalam bentuk tersedia (available), maka terjadi pertukaran ion dan kemudian ion ini masuk ke dalam akar. Memanjangnya akar-akar tanaman berarti memperpendek jarak yang harus ditempuh unsur – unsur hara untuk mendekati akar tanaman melalui aliran massa ataupun difusi. Seperti masa tanah, akar tanaman dianggap mempunyai KPK yang nilainya berbeda antara tanaman satu dan tanaman lainnya. KPK akar bersumber dari gugus karboksil (seperti dalam bahan organik): COOH <–> COO¯ + H. Nilai KPK akar besarnya 10-100 (me/ 100 g akar). Dengan demikian, pertukaran ion yang berada dalam tanah dan ion yang berada di sekitar akar dianggap sebagai pertukaran ion biasa (ion exchange). Akar tanaman legume mempunyai dua kali KPK akar tanaman monokotil, termasuk serelia (padi-padian) dan rerumputan. Tanaman yang mempunyai KPK akar tinggi ada kecenderungan senang menyerap kation bervalensi dua (Ca, Mg). Sedangkan tanaman serelia cenderung menyerap ion yang bervalensi satu (H, K, Cl).
 
 

Estimasi sumbangan intersepsi akar terhadap kebutuhan hara tanaman dapat dilakukan atas dasar tiga asumsi berikut:

a) Jumlah  maksimum hara yang di-intersep adalah jumlah yang diperkirakan tersedia dalam volume tanah yang ditempati oleh akar

b) Akar menempati rata-rata 1% dari total volume tanah

c) Sekitar  50%  dari total volume tanah terdiri atas  pori; oleh karenanya akar menempati sekitar 2% dari total ruang pori.

2. Aliran Masa

Aliran massa adalah gerakan unsur hara di dalam tanah menuju permukaan akar tanaman bersama-sama gerakan massa air. Aliran massa pada tanah disebut juga konveksi, meliputi pergerakan dalam fase larutan maupun gas. Gerakan massa air di dalam tanah menuju permukaan akar tanaman berlangsung secara terus menerus karena diserap oleh akar dan menguap melalui transpirasi. Aliran massa merupakan proses penyediaan hara yang terpenting bagi unsur-unsur N (98,8%), Ca (71,,4%), S (95,0%), dan Mo (95,2%). Hujan dan air irigasi bergerak dalam tanah dengan membawa nitrat atau ion lain yang terlarut. Ion dan bahan lain yang larut berpindah bersama aliran larutan air ke akar tanaman akibat transpirasi tanaman. peristiwa aliran massa, tidak hanya terjadi pada saat hara masih ada di tanah dan mendekat ke akar. Akan tetapi, aliran massa juga terjadi pada saat fotosintat disebarkan ke seluruh bagian tumbuhan yang membutuhkan, bahkan ke akar. Setelah air yang mengandung hara dari air tanah diangkut melalui xylem, kemudian sampai di pucuk. Air akan diuapkan melalui daun, sedangkan haranya dijerap oleh sel-sel. Bersamaan dengan peristiwa tersebut, terjadi aliran massa di floem yang tujuannya untuk menyebarkan hasil fotosintesisnya ke seluruh bagian tumbuhan.

Persentase kebutuhan hara yang dapat dipenuhi oleh aliran  massa tergantung  pada :

  1. Kebutuhan ta-naman akan unsur  hara,
  2. Konsentrasi hara dalam larutan tanah,
  3. Jumlah air yang  ditrans¬pirasikan  per unit bobot jaringan, dan 
  4. Volume efektif air, yang bergerak karena gradien potensial dan yang kontak dengan permukaan akar

 

Faktor yang mempengaruhi aliran masa adalah :

  1. kadar lengas tanah:  tanah yang kering tidak ada gerakan hara,
  2. temperatur: temperatur yang rendah mengurangi transpirasi dan evaporasi,
  3. ukuran sistem perakaran: mempengaruhi serapan air.
  4. Difusi

3. Difusi

        Kata difusi berarti suatu penyebaran yang disebabkan oleh pergerakan panas secara acak. Dalam hal ini, perpindahan terjadi oleh adanya perbedaan konsentrasi larutan pada dua tempat yang berjarak tertentu dimana pergerakan terjadi dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang rendah. Tanaman menyerap ion dari bulu akar sehingga di sekitar bulu akar kadarnya rendah. Faktor yang mempengaruhi difusi adalah konsentrasi unsur hara pada titik tertentu, jarak antara permukaan akar dengan titik tertentu, kadar air tanah, volume akar tanaman. Pada tanah bertekstur halus difusi akan berlangsung lebih cepat daripada tanah yang bertekstur kasar. Difusi meningkat jika konsentrasi hara di permukaan akar rendah/menurun atau konsentrasi hara di larutan tanah tinggi/meningkat. Unsur P dan K diserap tanaman terutama melalui difusi.

Persamaan berikut ini melukiskan faktor-faktor penting yang menentukan  kecepatan difusi unsur hara menuju ke permukaan akar :

dq/dt = DAP(C1 – C2) / L

dimana:

dq/dt   = mencerminkan laju difusi ke permukaan akar

D        = koefisien difusi unsur hara dalam air

A     = luas penampang yang diasumsikan mencerminkan total permukaan penyerapan dari akar tanaman untuk maksud difusi ini.

P          = fraksi  dari  volume tanah yang ditempati oleh  air (juga termasuk faktor tortuosity)

C1       = konsentrasi  hara terlarut pada suatu titik yang berjarak   L dari permukaan akar

C2       = konsentrasi hara terlarut pada permukaan akar

L         = jarak dari permukaan akar ke titik tertentu C1.

Tiga sifat tanah yang mempengaruhi koefisien difusi, yaitu:

  • Kandungan air tanah 
  • Saluran difusi 
  •  Proporsi ion terdifusi dalam larutan

b.  Penyerapan Hara Melalui Daun

        Proses penyerapan hara melalui daun terjadi karena adanya proses difusi dan osmosis melalui stomata sehingga mekanismenya berhubungan langsung dengan membuka dan menutupnya stomata (Salisbury dan Ross, 1995). Banyak faktor  yang menyebabkan membuka dan menutupnya stomata, selain disebabkan oleh tingkah laku sel penjaga juga disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Menurut Salisbury dan Ross (1995), penyerapan air oleh sel penjaga disebabkan oleh perbedaan potensial osmotic antara sel penjaga dan sel- sel di sekitarnya. Jika potensial osmotik protoplas sel penjaga lebih negatif daripada sel sekitarnya, maka air akan bergerak masuk ke dalam sel penjaga secara osmosis yang selanjutnya akan mengakibatkan naiknya tekanan sel, kemudian sel mengembung. Setelah stomata membuka, unsur hara dalam bentuk ion- ion yang berada pada permukaan daun akan bergerak masuk secara difusi dan osmosis ke dalam sel. Masuknya ion- ion tersebut ke dalam sel tanaman terjadi  secara bertahap melalui beberap lapisan bahan- bahan yang berbeda. Mula- mula molekul dan ion- ion zat terlarut menembus lapisan yang menyelubungi permukaan dinding sel sebelah luar dengan proses difusi, laju menuju dinding sel yang dilapisi oleh membrane plasma yang bersifat impermeabel terhadap ion- ion. Setelah melalui membran plasma, ion- ion masuk ke dalam sitoplasma. Di dalam sitoplasma, molekul dan ion- ion tersebut mengalami beberapa kemungkinan: diubah ke dalam bentuk lain, langsung mengalami pengangkutan ke sel lain, dan diangkut oleh tonoplas menuju vakuola atau organel- organel lain dalam sitoplasma antara lain mitokondria dimana terjadi proses respirasi sehingga dapat berperan dalam pertumbuhan tanaman (Prawiranata et al., 1981).
 
 
 
Daftar Pustaka

Allen V. Barker; D. J. Pilbeam (2007). Handbook of plant nutrition. CRC Press. ISBN 9780824759049.

Brady,  N.C. 1974. The Nature and Properties of Soils. 8th  edition.  MacMillan    Publishing  Co. Inc.  New York

Nusyamsi Dedy. 2005. Sifat-sifat Kimia dan Mineralogi Tanah serta Kaitannya dengan Kebutuhan Pupuk untuk Padi (Oryza sativa), Jagung (Zea mays), dan Kedelai (Glycine max). Tesis. Faperta Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. 2nd Ed. Academic Press. London. 889 p.

Prawiranata, W.S., P. Harran, dan P. Tjondronegoro. 1981. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Departemen Botani, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Salisbury, F.B  dan C.W Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan D.R.Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung. 

Soares, M. R., R. F. A. Luis, P. V. Torrado, M. Cooper. 2005. Mineralogy ion exchange properties of the partide size fractions of some brazilian soils in tropical humid areas. Goderma 125 : 355-367.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar